PENDAHULUAN
Peningkatan produksi jagung dalam negeri masih berpeluang
besar baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam
utamanya di luar Jawa. Meskipun produktivitas jagung meningkat, namun rata-rata
tingkat produktivitas jagung Nasional dari areal panen sekitar 3,60 juta hektar
baru mencapai 3,40 t/ha. Kegiatan litbang jagung dari berbagai institusi baik
pemerintah maupun swasta telah mampu menyediakan teknologi produksi jagung
dengan tingkat produktivitas 4,0 – 9,0 ton/ha, tergantung pada potensi lahan
dan teknologi produksinya.
Upaya peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam
akan berlangsung pada berbagai lingkungan atau agro-ekosistem yang beragam
mulai dari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur) sampai yang
berproduktivitas rendah (lahan sub-optimal dan marjinal). Untuk itu diperlukan
penyediaan teknologi produksi jagung yang beragam dan spesifik lingkungan.
Penerapan teknologi budidaya jagung oleh petani yang sekarang
berlaku, pada umumnya masih bersifat parsial khususnya bagi wilayah
berproduktivitas rendah. Memadukan sejumlah komponen teknologi produksi
diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani jagung.
Keberhasilan perbaikan produktivitas dan pendapatan tersebut pada gilirannya
akan memperlancar upaya pengembangan areal pertanaman jagung di Indonesia.
Budidaya jagung dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT) diharapkan mampu memberikan produktivitas dan pendapatan petani
yang otimal karena efisiensi produksi akan meningkat, serta penerapannya pada
skala luas akan dapat mingkatkan produksi jagung nasional danekonomi masyarakat
yang terkait.
Jika upaya peningkatan produksi jagung dalam negeri
berhasil, maka impor jagung dapat dikurangi atau ditiadakan. Bahkan berpeluang
dapat mengisi di pasa regional dan global yang masih terbuka.
PENGERTIAN PENGELOLAAN TANAMAN
TERPADU (PTT)
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) bukanlah suatu paket
teknologi, akan tetapi lebih merupakan suatu pendekatan dalam budi daya jagung
yang menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air dan organisme pengganggu
secara terpadu, dan didasarkan pada kekuatan sosial yang ada. Pengelolaan yang
diterapkan mempertimbangkan hubungan sinergis dan komplementer antar- komponen.
Dengan menerapkan pendekatan PTT dalam usahatani jagung,
diharapkan produktivitas akan meningkat secara berkelanjutan dan efisiensi
produksi dapat dicapai dengan memperlihatkan sumber daya, kemampuan dan kemauan
petani.
Pemantapan
sistem kelambagaan penunjang produksi (penyedia sarana, permodalan, dan
pemasaran) dapat mendukung keberlanjutan sistem produksi dan pada gilirannya
dapat mempercepat peningkatan produksi dan pengembangan pertanaman jagung untuk
memenuhi kebutuhan produk jagung dalam negeri (swasembada) dan mengisi peluang
ekspor.
TAHAPAN KEGIATAN PELAKSANAAN PTT
Pengembangan jagung melalui pendekatan PTT harus didasarkan
pada masalah dan kendala yang ada di suatu wilayah, dan dapat diidentifikasi
melalui PRA (Participatory Rural Appraisal) yang merupakan penelaahan
partisipatif dalam waktu singkat. Pelaksanaan PRA seyogyanya dilakukan oleh
suatu tim yang terdiri atas berbagai disiplin ilmu agar permasalahan dankendala
yang ada dapat teridentifikasi secara holistik, sehingga penyelesaian masalah
dapat sampai ke akar permasalahan.
PRA merupakan tahapan pertama yang harus dilakukan sebelum
pelaksanaan PTT di suatu wilayah pengembangan jagung, hal ini dimaksudkan agar
masalah utama yang dihadapi petani dapat diketahui dan dipahami. Melalui PRA
keinginan danharapan petani dapat diketahui, dan karakteristik lingkungan
biofisik, kondisi sosial-ekonomi, budaya petani setempat danmasy sekitarnya
dapat dipahami.
Tahapan selanjutnya yang harus dilakukan setelah mengetahui
dan memahami masalah yang ada,adalah menyusun komponen teknologi yang sesuai
dengan karakteristik dan diharapkan dapat menyelesaikan masalah di wilayah
pengembangan. Komponen teknologi tersebut hendaknya yang bersifat dinamis,
karena seiring dengan waktu akan mengalami perbaikan dan perubahan, sesuai
dengan perkembangan inovasi dan masukan dari petani serta masyarakat setempat.
Tahapan terakhir adalah menerapkan teknologi utama PTT pada
hamparan yang luas (misalnya seluas ~ 100 ha). Bersamaan dengan itu diperagakan
komponen teknologi alternatif pada luasan sekitar 1 ha dalam bentuk superimpose
atau petak percontohan, sebagai sarana pelatihan bagi petani atau petugas
lapang. Komponen teknologi alternatif ini dipersiapkan untuk mengganti atau
mensubstitusi komponen teknologi yang dinilai kurang sesuai.
KOMPONEN TEKNOLOGI PRODUKSI
Mengingat tanaman jagung dapat diusahakan baik pada lahan
kering maupun lahan sawah (tadah hujan atau irigasi) maka komponen teknologi
alternatif yang dapat diterapkan dalam produksi jagung terkait dengan pengembangan
PTT terdiri atas :
1. Varietas unggul yang sesuai dengan
karakteristik lahan, lingkungan, dan keinginan petani setempat, baik jenis
komposit/bersari bebas ataupun hibrida.
2. Benih bermutu (kemurnian/bersertifikat dan
daya kecambah > 90%), diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan
metalaksi 2 g (bahan produk) per 1kg benih. Kebutuhan benih 15 – 20 kg/ha
tergantung ukuran benih, semakin kecil ukuran benih bobot 1000 biji < 200 g)
semakin sedikit kebutuhan benih.
3. Populasi tanaman antar 66.600
– 70.000 tanaman/ha, jarak tanam 75 cm x 40 cm x 2 tanaman /lubangatau 75 cm x
20 cm 1 tanaman/lubang untuk musim kemarau.
4. Pemupukan
Nitrogen (urea) berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman dan Bagan Warna Daun
(BWD). Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah sesuai hasil analisis
laboratorium atau anjuran setempat. Bahan organik atau pupuk kandang 1,5 – 3,0
t/ha sebagai penutup benih pada lubang tanam.
5. Pembuatan saluran drainase (khusus untuk
pertanaman pada lahan kering saat musim hujan) sekaligus pembumbunan.
6. Pemberian air melalui saluran-saluran dan
dilakukan sesuai kebutuhan (khusus untuk pertanaman pada lahan sawah saat musim
kemarau).
7. Pengendalian gulma secara terpadu.
8. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT).
9. Panen dan prosesing dengan alat pemipil.
Berdasarkan sifatnya, komponen-komponen teknologi tersebut
dapat dibedakan menjadi dua bagian: (1) teknologi untuk tujuan memecahkan
masalah setempat atau spesifik lokasi, dan (2) teknologi untuk perbaikan cara
budi daya yang efisien. Dalam penerapannya tidak semua komponen teknologi
diterapkan sekaligus, terutama di lokasi yang mempunyai masalah spesifik. Ada
lima komponen teknologi yang dapat diterapkan secara bersamaan (compulsory)
sebagai penciri model PTT jagung, yaitu:
1. Varietas
unggul jenis komposit/bersari bebas maupun hibrida yang sesuai dengan
karakteristik lahan, lingkungan, pola tanam, dan keinginan petani setempat,
baik di lahan kering maupun sawah.
2. Benih bermutu (kemurnian/bersertifikat dan
daya berkecambah > 95%), perlakuan benih (seed treatment) dengan metalaksil
2 g (bahan produk) per 1 kg benih untuk mencegah penyakit bulai, dan pemberian
cabofuran 3-5 butir/lubang tanam untuk mencegah semut atau lalat bibit.
3. Populasi
tanaman antara 66.600 – 70.000 tanaman/ha, jarak tanam 75 cm x 40 cm 2
tanaman/lubang atau 75 cm x 20 cm 1 tanaman/lubang untuk musim hujan, 70 cm x
40 cm 2 tanman/lubang atau 70 cm x 20 cm 1 tanaman/lubang untuk musim kemarau.
4. Pemupukan Nitrogen (urea) berdasarkan stadia
pertumbuhan tanaman dan Bagan Warna Daun (BWD). Pemupukan P dan K berdasarkan
status hara tanah sesuai hasil analisis laboratorium atau anjuran setempat.
Bahan organik atau pupuk kandang 1,5 – 3,0 t/ha sebagai penutup benih pada
lubang tanam untuk mengatasi masalah kesuburan tanah terutama pada lahan kering
masam.
5. Pembuatan
saluran drainase (khusus untuk pertanaman pada lahan kering saat musim hujan)
atau saluran distribusi air (khusus untuk pertanaman pada lahan sawah saat
musim kemarau).
Jika kelima komponen teknologi tersebut
diterapkan secara bersamaan, sumbangan terhadap peningkatan produksi dan
sfisiensi produksi jagung cukup besar.
1. Varietas Unggul
Diantara komponen teknologi produksi jagung, varietas unggul
(baik hibrida maupun bersari bebas) mempunyai peranan penting dalam upaya
peningkatan produktivitas jagung. Peranannya menonjol baik dalam potensi
peningkatan hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen
pengendalian hama penyakit, karakter tanaman lain yang perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan varietas jagung unggul adalah kesesuaiannya dengan kondisi
lingkungan (tanah dan iklim), seperti toleran kekeringan dan tanah masam, pola
tanam, pola usahatani, hijauan untuk pakan ternak, serta preferensi petani
terhadap karakter lainnya seperti umur, warna biji, atau produk biomas.
Semakin banyak varietas yang dilepas dan tersedia di tingkat
petani dengan karakter spesifik yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat,
semakin memudahkan petani mengambil keputusan untuk menentukan suatu varietas
yang sesuai dengan sumber daya yang ada di lingkungannya.
Varietas-varietas jagung unggul bersari bebas/komposit
danhibrida yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian selama 10 tahun terakhir disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1.
Varietas unggul jagung yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir (1996 – 2007).
Varietas
|
Tahun
Pelepasan
|
Potensi
hasil (T/ha)
|
Umur
panen (hari)
|
Ketahanan
penyakit bulai
|
Keunggulan
spesifik
|
Komposisi/bersari bebas
Lagaligo
Gumarang
Kresna
Lamuru
Palakka
Sukmaraga
Srikandi Kuning 1
Srikandi Putih 1
Anoman 1 (putih)
|
1996
2000
2000
2000
2003
2003
2004
2004
2007
|
7,5
8,0
7,0
8,0
8,0
8,5
7,9
8,1
7,0
|
90
82
90
95
95
105
110
110
103
|
Toleran
Agak toleran
Agak toleran
Agak toleran
Toleran
Toleran
Toleran
Toleran
Toleran
|
Toleran kekeringan
Umur genjah
Umur sedang
T. kekeringan
Umur sedang
T. kekeringan
Protein bermutu
Protein bermutu
Sesuai untuk pangan
|
Hibrida
Semar 1
Bima 1
BIma 2 bantimurung
Bima 3 Bantimurung
|
2001
2001
2006
2006
|
9,0
9,0
11,0
11,0
|
97
97
100
100
|
Agak toleran
Agak toleran
Agak toleran
Toleran
|
Biomas tinggi
Stay green
Stay green
Stay Green
|
2. Benih Bermutu
Selain varietas unggul yang mampu memberikan produktivitas
tinggi, kualitas benih juga merupakan salah satu faktor penentu produktivitas.
Pemilihan suatu varietas unggul yang sesuai kondisi lingkungan setempat, dengan
penggunaan benih bermutu merupakan
langkah awal menuju keberhasilan dalam usahatani jagung. Penggunaan benih bersertifikat dengan vigor tinggi sangat dianjurkan.
Disarankan pula sebelum
melakukan penanaman hendaknya dilakukan pengujian daya kecambah benih. Hal ini penting karena dalam pertumbuhan tanaman
seulaman biasanya tidak normal karena adanya persaingan untuk
tumbuh, dan biji yang terbentuk dalam tongkol tidak penuh akibat penyerbukan tidak sempurna, sehingga tidak akan mampu meningkatkan
hasil.
Benih yang bermutu, jika
ditanam akan tumbuh serentak pada saat 4 hari setelah tanam dalam kondisi normal. Penggunaan benih bermutu akanlebih menghemat jumlah benih yang ditanam dan populasi tanaman yang
dianjurkan dapat terpenuhi (minimal 66.600 tanaman/ha).
Sebelum benih ditanam,
hendaknya diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan metelaksil (umumnya berwarna merah) sebanyak 2 g (bahan produk)
per 1 kg benih yang dicampur dengan 10 ml air. Larutan
tersebut dicampur benih secara merata, sesaat sebelum
tanam. Perlakuan benih ini
dimaksudkan untuk mencegah serangan penyakit bulai yang
merupakan penyakit utama pada jagung. Benih jagung yang umumnya dijual dalam kemasan
biasanya sudah diperlakukan dengan metalaksil (warna
merah) sehingga tidak perlu lagi diberi perlakuan benih.
3.
Populasi Tanaman
Salah satu faktor penentu produktivitas jagung adalah
populasi tanaman yang terkait erat dengan jarak tanam danmutu benih. Dalam
budidaya jagung, populasi tanaman yang dianjurkan untuk dipertahankan minimal
66.600 tanaman/ha (jarak tanam 75 cm x 20 cm, 1 tanaman/lubang atau 75 cm x 40
cm, 2 tanaman/lubang). Untuk memenuhi populasi tanaman tersebut, viabilitas
benih dianjurkan lebih dari 95% karena dalam budidaya jagung tidak perlu
melakukan penyulaman tanaman yang tidak tumbuh karena peluangnya untuk dapat
tumbuh normal sangat kecil dan biasanya tongkol yang terbentuk kurang berisi.
Bunga betina dari tanaman sulaman biasanya tidak terserbuki dengan sempurna
oleh tepungsari dari bunga jantan tanaman lain karena berbunganya terlambat,
sedangkan peluang terjadinya penyerbukan sendiri hanya sekitar 5% sehingga
menyebabkan tongkol kurang berbiji.
Jarak tanam pada musim hujan 75 cm x 20 cm, 1 tanaman/lubang
dianjurkan pada wilayah yang tenaga kerjanya cukup tersedia. Penanaman dengan 1
tanaman/lubang pertumbuhan tanaman relatif lebih baik karena peluang persaingan
antar tanaman lebih kecil dibandingkan 2 tanaman/lubang. Sedangkan jarak tanam
75 cm x 40cm, 2 tanaman/lubang dianjurkan untuk diterapkan pada wilayah yang
tenaga kerja menjadi masalah karena kurang atau mahal. Pada musim kemarau jarak
tanam dapat lebih rapat (70 cm x 20 cm, 1 tanaman/lubang atau 70 cm x 40 cm, 2
tanaman/lubang). Penanaman dengan varietas berumur genjah dapat diperapat lagi
(65 cm x 40 cm, 2 tanaman/lubang)
4. Pemupukan
Tanaman jagung digolongkan sebagai salah satu tanaman
indikator untuk mengetahui ketersediaan hara dalam tanah, oleh karena itu untuk
dapat tumbuh dan berkembangnya tanaman jagung secara optimal relatif dibutuhkan
hara yang
cukup, sehingga pemupukan merupakan
salah satu faktor kunci bagi keberhasilan budidaya jagung. Pemberian pupuk, baik pupuk organik maupun anorganik pada dasarnya adalah guna memenuhi kebutuhan hara yang diperlukan untuk
tumbuh dan berkembangnya tanaman.
Untuk efisiensi
pemberian pupuk maka pemupukan dilakukan secara berimbang, artinya pemberian berdasarkan
sasaran tingkat hasil yang ingin dicapai dengan
ketersediaan hara dalam tanah. Mengingat beragamnya
kondisi kesuburan tanah antara lokasi satu dengan lainnya,
maka takaran dan jenis pupuk yang diperlukan untuk lokasi-lokasi tersebut tentu akan berbeda pula. Oleh karena itu, pemupukan berimbang menawarkan
beberapa prinsip dan perangkat untuk mengoptimalkan penggunaan hara dari sumber-sumber alami atau lokal sesuai dengan kebutuhan
tanaman jagung. Sumber hara alami dapat berasal dari tanah, pupuk kandang, sisa
tanaman, dan air irigasi. Pupuk kimia (anorganik) pada dasarnya hanya untuk memenuhi kekurangan hara alami yang diperlukan tanaman untuk dapat
tumbuh dan berkembang sampai menghasilkan biji sesuai
dengan yang dikehendaki. Untuk itu waktu pemberian dan
takaran pupuk yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan
umur tanaman/stadia pertumbuhan tanaman.
Gejala-gejala kekurangan unsur hara
dalam tanah yang ditunjukkan oleh tanaman jagung adalah sebagai berikut :
•Gejala Kekurangan Nitrogen (N):Daun
berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju tulang daun. Warna kuning
membentuk huruf V. Gejala nampak pada
daun bagian bawah.
•Gejala Kekurangan Posphor
(P):Pinggir daun berwarna ungu kemerahan
mulai dari ujung ke pangkal daun. Gejala nampak pada daun bagian bawah.
•Gejala Kekurangan Kalium (K): Daun
berwarna kuning, bagian pinggir
biasanya berwarna coklat seperti terbakar, tulang daun tetap hijau. Gejala
warna kuning membentuk V terbalik. Gejala nampak pada daun bagian bawah.
•Gejala Kekurangan Sulfur (S):
Pangkal daun berwarna kuning. Gejala
nampak pada daun yang terletak dekat pucuk.
Penentuan takaran pupuk (N, P, dan K) yang tepat untuk
tanaman jagung dapat dilakukan melalui analisis tanah sebelum penanaman. Selain
itu dapat pula dilakukan dengan menggunakan BWD (Bagan Warna Daun), seperti
halnya yang biasa dilakukan pada tanaman padi. Takaran pupuk yang diberikan
secara tepat pada waktu yang tepat, akan lebih efisien dibanding dengan takaran
yang tepat tetapi saat pemberiannya tidak tepat. Dalam hal ini dengan stadia
pertumbuhan tanaman,untuk itu sebagai panduan pemberian pupuk pada tanaman
jagung disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2.
Takaran, porsi, dan waktu pemberian pupuk anorganik pada tanaman jagung.
Jenis
Pupuk
|
Takaran2) Pupuk (kg/ha)
|
Takaran
Pupuk (kg/ha)
|
||
7
– 10 hst
|
28
– 30 hst
|
40
– 45 hst
|
||
Urea
|
300
– 350
|
25
%
|
50
%
|
BWD
|
ZA
1)
|
50
– 100
|
100
%
|
-
|
-
|
SP36
|
100
– 200
|
100
%
|
-
|
-
|
KCl
|
50
- 200
|
50
%
|
50
%
|
-
|
Keterangan:
1) Hanya diberikan jika dari hasil analisis
tanah kekurangan unsur sulfur (S).
2) Takaran dapat berubah disesuaikan analisis
tanah sebelum tanam atau rekomendasi setempat.
➢Jika menggunakan pupuk majemuk, takaran unsur N, P, dan K
disetarakan dengan pupuk tunggal.
➢Cara aplikasi pupuk diletakkan dalam lubang yang dibuat
dengan tugal di samping tanaman dengan jarak 5 – 10 cm dari tanaman, dan
ditutup dengan tanah/pupuk kandang/pupuk organik.
Takaran pupuk yang diberikan ini hanya secara umum, dan
dapat berubah tergantung tingkat kesuburan tanah di lokasi penanaman. Untuk itu
dianjurkan dilakukan analisis tanah sebelum tanam atau menerapkan rekomendasi
setempat. Jika terjadi sesuatu hal sehingga tidak dapat dilakukan analisis
tanah atau belum ada rekomendasi pupuk setempat, maka dasar takaran pupuk
tersebut dapat digunakan dengan diikuti pemantauan menggunakan Bagan Warna Biru
(BWD).
Penggunaan BWD pada jagung diterapkan tanaman berumur 40 –
45 hari setelah tanam dengan catatan setelah pemupukan kedua diaplikasikan
sesuai tabel tersebut di atas. Penggunaan BWD ini pada prinsipnya hanya untuk
memantau keseimbangan hara yang ada dalam tanaman utamanya unsur nitrogen (N).
Jika berdasarkan pemantauan daun menunjukkan unsur nitrogen kekurangan, maka
segera dilakukan penambahan nitrogen dan sebaliknya jika telah cukup maka tidak
perlu ditambahkan. Dengan demikian maka pemberian nitrogen (urea) dapat
diefisiensikan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Tahapan pemantauan kebutuhan pupuk N
pada tanaman jagung dengan
menggunakan Bagan Warna Daun (BWD),
adalah sebagai berikut :
•Awal penanaman (± 7 hari setelah
tanam), tanaman dipupuk N (urea) bersamaan dengan pupuk SP36 dan KCl sesuai
porsi takaran dalam tabel 2.
•Pada umur 28 – 30 hari dipupuk lagi
sesuai porsi takaran dalam tabel 2.
•Pada umur 40 – 45 hari setelah tanam
(tergantung umur varietas) dilakukan
pemantauan warna daun menggunakan BWD.
•Sampel daun yang dipantau adalah
daun yang telah terbuka sempurna (daun ke 3 dari atas), pilih 10 tanaman secara
acak pada setiap lahan (± 1,0 ha).
•Lindungi daun yang akan dipantau
warnanya dengan cara membelakangi
matahari, sehingga daun atau alat BWD tidak terkena matahari langsung agar
penglihatan tidak silau.
·
Daun diletakkan di atas BWD. Bagian
daun yang dipantau adalah sekitar 1/3 dari ujung daun, kemudian warna daun
dibandingkan dengan warna BWD, skala yang paling sesuai dengan warna daun
dicatat. BWD mempunyai nilai skala 2 – 5. Jika warna daun berada di antara
skala 2 dan 3 gunakan nilai 2,5; di antara 3 dan 4 gunakan nilai 3,5; dan di
antara 4 dan 5 gunakan nilai 4,5.
•Rata-ratakan nilai skala dari 10 daun
yang diamati. Nilai rata-rata skala digunakan untuk menentukan tambahan takaran
pupuk urea.
•Tambahan pupuk urea berdasarkan
hasil pemantauan segera dilakukan, dengan takaran disesuaikan seperti pada
Tabel 3.
Tabel 3. Nilai skala berdasarkan pemantauan dengan BWD
pada umur 40 – 45 hari setelah tanam dan takaran pupuk yang perlu ditambahkan
baik untuk jagung jenis hibrida maupun komposit/bersari bebas.
SKALA
|
Takaran
Pupuk Urea (kh/ha)
|
|
Hibrida
|
Komposit
|
|
<
4,0
|
150
|
60
|
4,0
– 4,5
|
100
|
25
|
>
4,5
|
50
|
0
|
Jika pupuk organik (pupuk kandang) direkomendasikan untuk
suatu wilayah, maka pemberiannya dilakukan pada saat tanam sebagai benih pada
lubang tanam: takaran pupuk cukup segenggam (25 – 50 g) untuk setiap lubang
tanam atau setara dengan 1,5 – 3,0 t/ha. Pada umumnya untuk lahan masam
diperlukan pupuk kandang, dan dianjurkan menggunakan pupuk kandng kotoran ayam
ras (petelor) yang biasanya sudang mengandung kapur cukup memadai.
5. Pembuatan Saluran
Drainase/Irigasi
Air merupakan sumber daya alam yang keberadaannya semakin
bermasalah ke depan bagi peruntukan pertanian, karena: (a) jatah air untuk
sektor pertanian relatif semakin berkurang akibat kompetisi dengan keperluan
rumah tangga dan industri. (b) kerusakan tata hidrologi kawasan yang berdampak
semakin rendahnya proporsi air hujan yang tersediakan bagi cadangan air, dan
(c) adanya perubahan iklim yang kurang menguntungkan. Sehubungan dengan itu,
teknologi pengelolaan air harus semakin mendapat perhatian besar, tidal hanya
dari segi efisiensi penggunaan airnya sendiri tapi juga pertimbangan cara
aplikasinya dan umur tanaman yang mampu meningkatkan efisiensi tenaga
kerja/biaya.
Jagung merupakan tanaman yang tergolong tidak tahan
kelebihan air dan kekurangan air,relatif sedikit membutuhkan air dibandingkan
padi. Oleh karena itu pengaturan ketersediaan air sangat penting. Pada
pertanaman di lahan kering
yang umumnya ditanam saat musim hujan,
peluang terjadinya kelebihan aircukup
besar, oleh karena itu untuk menghindari agar tidak terjadi
kelebihan air maka perlu dibuat saluran-saluran drainase
yang pengerjaannya dapat dilakukan bersamaan dengan
pembumbunan tanaman.
Pada pertanaman di lahan
sawah yang umumnya ditanam pada akhir musim hujan, maka peluang terjadinya
kekeringan cukup besar. Oleh karena itu perlu pemberian
air pada saat-saat tanaman menujukkan gejala kekeringan. Seumber air dapat diperoleh baik dari air tanah
dangkal yang didistribusikan dengan pompa atau irigasi. Dalam hal ini yang penting adalah pengaturan
waktu dan cara pendistribusian air agar tanaman tumbuh
optimal dan pemanfaatan air lebih efisien. Khusus untuk pertanaman jagung pada lahan sawah
tadah hujan, ketersediaan air mutlak diperlukan, oleh
karena itu harus ada sumber air yang dapat dimanfaatkan
untuk mengairi pertanaman. Pendistribusian
air dapat dilakukan melalui alur-alur yang dibuat saat
pembumbunan. Pembumbunan alur
dapat dilakukan pula dengan menggunakan bajak atau alat khusus
pembuat alur model PAI-IR-Balitsereal atau
PAI-2R-Balitsereal yang ditarik hand tractor.
TEKNOLOGI BUDIDAYA SPESIFIK
AGROEKOLOGI
1. Budidaya Jagung pada Lahan Kering
Komponen teknologi budidaya penting yang dikelola secara
terpadu pada lahan kering dengan memperhatikan karakter lahan seperti topografi
dominan dan kondisi sosial ekonomi seperti luas pemilikan lahan, keersediaan
tenaga kerja, serta ketersediaan jasa penyewaan traktor, adalah sebagai berikut
:
Varietas
Sesuai dengan kondisi lahan dan tujuan memproduksi jagung,
dianjurkan untuk menanam varietas jenis hibrida atau komposit unggul. Untuk
eilayah yang mempunyai sifat curah hujannya eratik atau periode hujan singkat
dan berpeluang besar mengalamikekeringan, dianjurkan untuk menanam varietas
jenis komposit yang toleran kekeringan misalnya Lamuru, atau varietas yang
berumur relatif genjah misalnya Gumarang, Kresna, atau Lagaligo. Jenis hibrida
umumnya berumur lebih dari 100 hari sehingga berpeluang mengalami cekaman
kekeringan. Untuk wilayah yang mempunyai curah hujan cukup atau periode hujan
pangjang, dianjurkan untuk menanam jenis hibrida atau komposit unggul lainyg
dikehendaki. Khusus untuk lahan kering masam, selain jenis hibrida dianjurkan
untuk jenis komposit unggul varietas Sukmaraga. Varietas Sukmaraga adalah
varietas jagung unggul bersari bebas yang toleran terhadap kemasaman tanah.
Benih
Benih bermutu dan bersertifikat, dengan daya kecambah tidak kurang dari 95%,
dan diberi perlakuan benih yaitu dengan 2 g metalaksil (bahan produk) per 1 kg
benih. Setiap 2 g metalaksil dicampur dengan 10 ml air kemudian dicampur dengan
1 kg benih secara merata. Kebutuhan benih untuk 1 ha lahan berkisar antara 15 –
20 kg. Pada daerah endemik lalat bibit dapat diberi 3-4 butir carbofuran/lubang
tanam sebelum ditutup. Penanaman kondisi tanah sudah mulai kering maka perlu
diberikan air dari irigasi air tanah dangkal (sumur bor dengan pompa yang telah
disiapkan sebelumnya) atau air irigasi.
Bagi wilayah dengan kondisi:
Pemilikan lahan luas, petakan sawah luas, tenaga kerja
terbatas, dan tersedia jasa penyewaantraktor, penanaman dapat dilakukan dengan
alat tanam ATBl-2R- Balitsereal(ditarik hand tractor) yang dapat
menanam/menjatuhkan benih, dan menutup benih secara simultan dan otomatis
sehingga penanaman dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Jarak tanam 75 cm
x 40 cm, 2 benih per lubang tanam. Jika tidak tersedia
hand tractor, penanaman dapat
dilakukan dengan sistem alur yang dibuat dengan bajak
singkal yang ditarik sapi. Benih
diletakkan dalam alur yang jaraknya antar alur 75 cm
dan dalam alur 40 cm, 2 benih per
penempatan dan benih ditutup dengan pupuk kandang.
Pemilikan lahan sempit, petakan sawah sempi, dan tenaga
kerja tersedia, maka penanaman dilakukan secara konvensional dengan tugal
kayumenggunakan tenaga manusia. Jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 benih per lubang
tanam, dan benih ditutup dengan pupuk kandang.
Pemupukan
Pupuk organik/pupuk kandang, diaplikasikan pada saat tanam
sebanyak segenggam (25-50 g) perlubang penempatan benih (sebagai penutup
benih), setara dengan 1,5-3,0 t/ha, jika memang diperlukan atau dianjurkan dan
tersedia di lokasi.
Pupuk anorganik semuanya bersumber
dari pupuk tunggal:
Hara
yang
ditambahkan/pupuk
|
Takaran**)
(kg/ha)
|
Waktu
aplikasi pupuk (hst)***)
|
||
7-10
|
28-30
|
40-45
|
||
Urea
|
300-350
|
25%
|
50%
|
BWD
|
SP36
|
100-200
|
100%
|
-
|
-
|
KCl
|
50-200
|
50%
|
50%
|
-
|
ZA*)
|
50-100
|
100%
|
-
|
-
|
Catatan :
*) diberikan jika tanah kekurangan unsur hara
sulfur (S).
**) takaran pupuk dapat diubah disesuaikan dengan
ketersediaan hara dalam tanah dari hasil analisis tanah atau rekomendasi
setempat.
***) nilai persentase dari takaran pupuk yang harus
diaplikasikan sesuai umur tanaman.
Jika menggunakan pupuk majemuk, takaran unsur N, P, dan K disetarakan dengan pupuk tunggal.
Jika menggunakan pupuk majemuk, takaran unsur N, P, dan K disetarakan dengan pupuk tunggal.
Cara Aplikasi:
• 7-10
hst: Urea + SP36 + KCl sebelum diaplikasikan dicampur merata, dan segera
diaplikasikan secara ditugal disamping tanaman berjarak 5-10 cm sedalam 5-10 cm
dan ditutup tanah. Usahakan setiap tanaman mendapatkan porsi pupuk yang sama.
•28-30 hst: pupuk urea + KCl dicampur
merata dan diaplikasikan ke dalam lubang yang dibuat dengan tugal di samping
tanaman berjarak 10-15 cm sedalam 5-10 cm dan ditutup tanah.
•40-45 hst: sebelum pemberian pupuk
urea ke tiga, sebaiknya dilakukan pemantauan warna daun dengan menggunakan
Bagan Warna Daun (BWD). Dengan BWD akan dapat diketahuijumlah pupuk yang harus
ditambahkan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Jika wana daun menunjukkan pada
nilai skala cukup, maka pemberian pupuk urea yang ketiga tidak perlu diberikan,
sedangkan jika nilai skala menujukkan kurang, maka sesuai dengan nilai skala
pada Tabel 3 ditambahkan pupuk urea. Dengan menggunakan BWD maka takaran pupuk
urea dapat berkurang atau bertambah sesuai kebutuhan tanaman sehingga lebih
efisien. Setiap selesai aplikasi pupuk, lahan diairi melalui alur irigasi yang
telah dibuat.
Pembuatan saluran irigasi
Dalam kondisi keterbasan air, efisiensi pendistribusian air
mutlak diperlukan, untuk itu perlu dibuat saluran irigasi di antara baris
tanaman. Pembuatan saluran irigasi dapat dilakukan pada setiap baris tanaman
atau setiap dua baris tanaman. Pembuatan saluran irigasi sebaiknya bersamaan
dengan peyiangan pertama (14-20 hst) untuk penghematan tenaga. Pembuatan
saluran irigasi dapat dilakukan dengan alat Pal-1R-Balitsereal yang ditarik
dengan hand tractor dan sekaligus berfungsi untuk pembumbunan tanaman agar
tidak mudah rebah. Jika tersedia hand tractor, pembuatan saluran irigasi dapat
dilakukan secara manual atau dengan ditarik dengan bajak singkal yang ditarik
sapi.
Pemberian air
Sumber air berasal dari sumur gali atau sumur bor yang telah
dibuat dan dinaikkan dengan mesin pompa. Pendistribusian air ke pertanaman
dilakukan melalui saluran irigasi yang telah dibuat.
Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat pendistribusian air
sehingga lebih efisien. Selama pertumbuhan tanaman jagung, pemberian air
biasanya dilakukan sebanyak 5-6 kali atau tergantung kondisi lingkungan.
Indikator yang dapat digunakan perlunya pemberian air yaitu
jika daun tanaman sebelum wktu tengah hari telah mulai menggulung, maka
pemberian air perlu secepatnya dilakukan. Pemberian air dihentikan 10 hari
menjelang umur panen tanaman.
Penyiangan Gulma
Penyiangan pertama dapat dilakukan
dengan menggunakan bajak atau sekaligus dengan pembuatan alur drainase pada
umur 14-20 hst. Penyiangan kedua (tergantung kondisi gulma) dapat dilakukan
secara manual atau dengan herbisida kontak paraquat (1,0-2,0 liter/ha
tergantung kondisi gulma). Jika menggunakan herbisida sebaiknya nozzle diberi
pelindung dan saat aplikasi posisi nozzle± 20 cm di atas permukaan tanah agar
herbisida tidak mengenai daun.
Panen dan prosesing
Daun dibawahtongkol dapat
diambil/dipanen pada saat tongkol telah mulai berisi, dan brangkasannya dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Pengambilan daun di bawah tongkol
selain untuk pakan juga dapat untuk mencegah terserangnya penyakit busuk daun.
Demikian juga sebelum panen sebaiknya dilakukan pemangkasan bagian tanaman di
atas tongkol pada saat biji telah mencapai masak fisiologis atau kelobot mulai
mengering (berwarna coklat). Hasil brangkasan daun ini dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak sapi. Panen sebaiknya dilakukan dalam kondisi cuaca cerah,
kadar air biji sekitar 30% (biji telah mengeras dan telah membentuk lapisan
hitam/black layer minimal 50% di setiap barisan biji).
Selanjutnya tongkol dijemur sampai kadar air biji
mencapai±20% dan dipipil dengan menggunakan alat pemipil. Hasil biji pilihan
dijemur lagi sampai kadar air mencapai 14-15% untuk siap dijual. Jika kondisi
cahaya matahari tidak memungkinkan untuk menurunkan kadar air biji karena cuaca
mendung selama beberapa hari,maka untuk mempercepat pegneringan digunakan alsin
pengering agar tidak timbul jamur/rusak. Alsin pengering yang digunakan dapat
bertipe flat bade yang berbahan bakar minyak tanah/solar/janggel jagung.
PENUTUP
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) bukanlah suatu paket
teknologi, akan tetapi lebih merupakan suatu pendekatan dalam budi daya jagung
yang menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air dan organisme pengganggu
secara terpadudalam usaha meningkatkan produktivitas dan sinergestik antar
komponen dan bersifat spesifik lokasi yang ditentukan berdasarkan hasil PRA,
sehingga komponen teknologi yang dipadukan dalam PTT harus disesuaikan dengan
dinamika kondisi lingkungan. Perbaikan komponen teknologi perlu terus dilakukan
dalam penerapan PTT dan menyesuaikan/menyelaraskan dengan dinamika lingkungan.
Sifat PTT yang spesifik lokasi dan
partisipasi sangat berbeda dengan pendekatan yang digunakan dalam
program-program intensifikasi.
Dalam
penerapan PTT, petani dan petugas harus bersama-sama memilik komponen teknologi
yang akan diterapkan sesuai dengan keinginan petani dan sesuai dengan kondisi
lingkungannya. Bimbingan dan pendampingan secara intensif diperlukan agar
petani dapat menerapkan PTT dengan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar